
Katanya diam itu emas
Sementara emas Papua dikuras habis
Terbang melayang bertukar dollar
Masyarakatnya ngontrak di negeri sendiri
Ditangkapi, dipukuli, dicap kriminal, dibunuh
Lalu, kita masih layak berdiam?
Dan terus larut dalam geram?
Katanya diam itu emas
Sementara di pelosok-pelosok, petani dikriminalisasi
Dirampas tanahnya, ditanami beton,
ditimbun semen
Sawah-sawah gembur disulap menjadi pabrik, mall-mall, apartemen dan juga bandara
Atas nama modernisasi semua seakan wajar adanya
Lalu, kita masih layak berdiam?
Dan tega menyaksikan Indonesia kian suram?
Katanya diam itu emas
Sementara perempuan dan anak terus menjadi korban kekerasan seksual
Dan orang-orang terus saja menyudutkan korban
Menyalahkan cara berpakaian perempuan, cara bersikap, cara berperilaku
Padahal jelas, perkosaan terjadi karena masih adanya pemerkosa!
Dan Negara masih diam seribu bahasa, tanpa memiliki kebijakan yang melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual, juga keadilan bagi korban
Lalu, kita masih layak berdiam?
Dan tega menyaksikan Indonesia semakin kehilangan generasi-generasi emasnya?
Katanya diam itu emas
Sementara kawan-kawan kelompok minoritas seksual terus dimusuhi, dipersekusi, dilucuti identitasnya
Fitnah mengalir deras, menderas
Kekejian yang diwajarkan atas nama politik lalu disakralkan dalam peraturan-peraturan
Jadi bahan dagangan di televisi
Menari setiap jari-jari netizen berisi makian
Lalu, kita masih layak berdiam?
Dan masih punya rasa untuk hidup berdampingan?
Masih yakin diam itu emas?
*Diambil dari buku Kumpulan Puisi Ryan A. Syakur & Muhemi – Sesat Wal Afiat (2018)
jleb, kaakkk!
SukaSuka